IN Psychology, there's a vast array of studies and personality theories
that try to explain why we are what we are today... One of these noted
Personality Theorists is Alfred Adler. He is the one that firmly believes
that birth order play a big part in shaping one's personality. .. True or
not, it's for you to say... So, read on and see if the description is
really accurate of you as:
ONLY child
Birth is a miracle. Parents have no previous experience. Retains 200%
attention from both parents. May become rival of one parent. Can be
over-protected and spoiled.
(characteristics)
Likes being the center of adult attention. Often has difficulty sharing
with siblings and peers. Prefers adult company and uses adult language
OLDEST child
Dethroned by next child. Has to learn to share. Parent expectations are
usually very high. Often given responsibility and expected to set an
example.
(characteristics)
May become authoritarian or strict. Feels power is his right. Can become
helpful if encouraged. May turn to father after birth of next child.
SECOND child
He has a pacemaker. There is always someone ahead.
(characteristics)
Is more competitive, wants to overtake older child. May become a rebel or
try to outdo everyone. Competition can deteriorate into rivalry.
MIDDLE child
Is "sandwiched" in. May feel squeezed out of a position of privilege and
significance.
(characteristics)
May be even-tempered, "take it or leave it" attitude. May have trouble
finding a place or become a fighter of injustice.
YOUNGEST child
Has many mothers and fathers. Older children try to educate him. Never
dethroned.
(characteristics)
Wants to be bigger than the others. May have huge plans that never work
out. Can stay the "baby." Frequently spoiled.
TWIN
One is usually stronger or more active. Parents may see one as the older.
(characteristics)
Can have identity problems. Stronger one may become the leader.
"GHOST CHILD"
Child born after the death of the first child may have a "ghost" in front
of him. Mother may becime over-protective.
(characteristics)
Child may exploit mother's over-concern for his well-being, or he may
rebel, and protest the feeling of being compared to an idealized memory.
ADOPTED CHILD
Parents may be so thankful to have a child that they spoil him. They may
try to compensate for the loss of his biological parents.
(characteristics)
Child may become very spoiled and demanding. Eventually, he may resent or
idealize the biological parents.
ONLY BOY AMONG GIRLS
Usually with women all the time, if father is away.
(characteristics)
May try to prove he is the man in the family, or become effeminate.
ONLY GIRL AMONG BOYS
Older brothers may act as her protectors.
(characteristics)
Can become very feminine, or a tomboy and outdo the brothers. May try to
please the father.
ALL BOYS
If mother wanted a girl, can be dressed as a girl.
(characteristics)
Child may capitalize on assigned role or protest it vigorously.
ALL GIRLS
May be dressed as a boy.
(characteristics)
Child may capitalize on assigned role or protest it vigorously.
GENERAL NOTES
1. The psychological situation of each child in the family is different.
2. The child's opinion of himself and his situation determines his choice of attitude.
3. If more than 3 years separate children, sub-groups of birth order may form.
4. A child's birth order position may be seized by another child if circumstances permit.
5. Competition may be expressed in choice of interests or development of characteristics.
6. Birth order is sometimes not a major influences on personality
development. The other potentially significant influences are: organ
inferiority, parental attitudes, social & economic position, and gender roles.
8. Adler speculated that birth order differences would begin to disappear
when families became less competitive and autocratic, and more cooperative
and democratic.
Tuesday, June 10, 2008
Monday, June 9, 2008
MENGAPA PERKAWINAN GAGAL ?!
Labels:
Marriage
Ibu saya adalah seorang yang sangat baik, sejak kecil, saya melihatnya
dengan begitu gigih menjaga keutuhan keluarga. Ia selalu bangun dini hari,
memasak bubur yang panas untuk ayah, karena lambung ayah tidak baik, pagi
hari hanya bisa makan bubur.
Setelah itu, masih harus memasak sepanci nasi untuk anak-anak, karena
anak-anak sedang dalam masa pertumbuhan, perlu makan nasi, dengan begitu
baru tidak akan lapar seharian di sekolah.
Setiap sore, ibu selalu membungkukkan badan menyikat panci, setiap panci di
rumah kami bisa dijadikan cermin, tidak ada noda sedikit pun.
Menjelang malam, dengan giat ibu membersihkan lantai, mengepel seinci demi
seinci, lantai di rumah tampak lebih bersih dibanding sisi tempat tidur
orang lain, tiada debu sedikit pun meski berjalan dengan kaki telanjang.
Ibu saya adalah seorang wanita yang sangat rajin. Namun, di mata ayahku, ia
(ibu) bukan pasangan yang baik. Dalam proses pertumbuhan saya, tidak hanya
sekali saja ayah selalu menyatakan kesepiannya dalam perkawinan, tidak
memahaminya.
Ayah saya adalah seorang laki-laki yang bertanggung jawab. Ia tidak
merokok, tidak minum-minuman keras, serius dalam pekerjaan, setiap hari
berangkat kerja tepat waktu, bahkan saat libur juga masih mengatur jadwal
sekolah anak-anak, mengatur waktu istrirahat anak-anak, ia adalah seorang
ayah yang penuh tanggung jawab, mendorong anak-anak untuk berprestasi dalam
pelajaran. Ia suka main catur, suka larut dalam dunia buku-buku kuno.
Ayah saya adalah seoang laki-laki yang baik, di mata anak-anak, ia maha
besar seperti langit, menjaga kami, melindungi kami dan mendidik kami.
Hanya saja, di mata ibuku, ia juga bukan seorang pasangan yang baik, dalam
proses pertumbuhan saya, kerap kali saya melihat ibu menangis terisak
secara diam-diam di sudut halaman.
Ayah menyatakannya dengan kata-kata, sedang ibu dengan aksi, menyatakan
kepedihan yang dijalani dalam perkawinan.
Dalam proses pertumbuhan, aku melihat juga mendengar ketidakberdayaan dalam
perkawinan ayah dan ibu, sekaligus merasakan betapa baiknya mereka, dan
mereka layak mendapatkan sebuah perkawinan yang baik. Sayangnya, dalam
masa-masa keberadaan ayah di dunia, kehidupan perkawinan mereka lalui dalam
kegagalan, sedangkan aku, juga tumbuh dalam kebingungan, dan aku bertanya
pada diriku sendiri : Dua orang yang baik mengapa tidak diiringi dengan
perkawinan yang bahagia?
Pengorbanan yang dianggap benar.
Setelah dewasa, saya akhirnya memasuki usia perkawinan, dan secara perlahan
-lahan saya pun mengetahui akan jawaban ini.
Di masa awal perkawinan, saya juga sama seperti ibu, berusaha menjaga
keutuhan keluarga, menyikat panci dan membersihkan lantai, dengan
sungguh-sungguh berusaha memelihara perkawinan sendiri. Anehnya, saya tidak
merasa bahagia ; dan suamiku sendiri, sepertinya juga tidak bahagia. Saya
merenung, mungkin lantai kurang bersih, masakan tidak enak, lalu, dengan
giat saya membersihkan lantai lagi, dan memasak dengan sepenuh hati. Namun,
rasanya, kami berdua tetap saja tidak bahagia.
Hingga suatu hari, ketika saya sedang sibuk membersihkan lantai, suami saya
berkata : "Istriku, temani aku sejenak mendengar alunan musik!"
Dengan mimik tidak senang saya berkata : "Apa tidak melihat masih ada
separoh lantai lagi yang belum dipel?"
Begitu kata-kata ini terlontar, saya pun termenung, kata-kata yang sangat
tidak asing di telinga, dalam perkawinan ayah dan ibu saya, ibu juga kerap
berkata begitu sama ayah. Saya sedang mempertunjukkan kembali perkawinan
ayah dan ibu, sekaligus mengulang kembali ketidakbahagiaan dalam perkwinan
mereka. Ada beberapa kesadaran muncul dalam hati saya.
Yang kamu inginkan?
Saya hentikan sejenak pekerjaan saya, lalu memandang suamiku, dan teringat
akan ayah saya... Ia selalu tidak mendapatkan pasangan yang dia inginkan
dalam perkawinannya, Waktu ibu menyikat panci lebih lama daripada
menemaninya. Terus menerus mengerjakan urusan rumah tangga, adalah cara ibu
dalam mempertahankan perkawinan, ia memberi ayah sebuah rumah yang bersih,
namun, jarang menemaninya, sibuk mengurus rumah, ia berusaha mencintai ayah
dengan caranya, dan cara ini adalah mengerjakan urusan rumah tangga.
Dan aku, aku juga menggunakan caraku berusaha mencintai suamiku. Cara saya
juga sama seperti ibu, perkawinan saya sepertinya tengah melangkah ke dalam
sebuah cerita, dua orang yang baik mengapa tidak diiringi dengan perkawinan
yang bahagia. Kesadaran saya membuat saya membuat keputusan (pilihan) yang
sama. Saya hentikan sejenak pekerjaan saya, lalu duduk di sisi suami,
menemaninya mendengar musik, dan dari kejauhan, saat memandangi kain pel di
atas lantai seperti menatapi nasib ibu.
Saya bertanya pada suamiku : "Apa yang kau butuhkan?"
"Aku membutuhkanmu untuk menemaniku mendengar musik, rumah kotor sedikit
tidak apa-apalah, nanti saya carikan pembantu untukmu, dengan begitu kau
bisa menemaniku," ujar suamiku.
"Saya kira kamu perlu rumah yang bersih, ada yang memasak untukmu, ada yang
mencuci pakianmu.... ," dan saya mengatakan sekaligus serentetan hal-hal
yang dibutuhkannya.
"Semua itu tidak pentinglah," ujar suamiku. "Yang paling kuharapkan adalah
kau bisa lebih sering menemaniku."
Ternyata sia-sia semua pekerjaan yang saya lakukan, hasilnya benar-benar
membuat saya terkejut. Kami meneruskan menikamti kebutuhan masing-masing,
dan baru saya sadari ternyata dia juga telah banyak melakukan pekerjaan
yang sia-sia, kami memiliki cara masing-masing bagaimana mencintai, namun,
bukannya cara pihak kedua.
Jalan kebahagiaan
Sejak itu, saya menderetkan sebuah daftar kebutuhan suami, dan meletakkanya
di atas meja buku, Begitu juga dengan suamiku, dia juga menderetkan sebuah
daftar kebutuhanku. Puluhan kebutuhan yang panjang lebar dan jelas, seperti
misalnya, waktu senggang menemani pihak kedua mendengar musik, saling
memeluk kalau sempat, setiap pagi memberi sentuhan selamat jalan bila
berangkat.
Beberapa hal cukup mudah dilaksanakan, tapi ada juga yang cukup sulit,
misalnya, "Dengarkan aku, jangan memberi komentar." Ini adalah kebutuhan
suami. Kalau saya memberinya usul, dia bilang akan merasa dirinya akan
tampak seperti orang bodoh. Menurutku, ini benar-benar masalah gengsi
laki-laki.
Saya juga meniru suami tidak memberikan usul, kecuali dia bertanya pada
saya, kalau tidak saya hanya boleh mendengar dengan serius, menurut sampai
tuntas, demikian juga ketika salah jalan.
Bagi saya ini benar-benar sebuah jalan yang sulit dipelajari, namun, jauh
lebih santai daripada mengepel, dan dalam kepuasan kebutuhan kami ini,
perkawinan yang kami jalani juga kian hari semakin penuh daya hidup.
Saat saya lelah, saya memilih beberapa hal yang gampang dikerjakan,
misalnya menyetel musik ringan, dan kalau lagi segar bugar merancang
perjalanan keluar kota. Menariknya, pergi ke taman flora adalah hal bersama
dan kebutuhan kami, setiap ada pertikaian, selalu pergi ke taman flora, dan
selalu bisa menghibur gejolak hati masing-masing. Sebenarnya, kami saling
mengenal dan mencintai juga dikarenakan kesukaan kami pada taman flora,
lalu bersama kita menapak ke tirai merah perkawinan, kembali ke taman bisa
kembali ke dalam suasana hati yang saling mencintai bertahun-tahun silam.
Bertanya pada pihak kedua : "Apa yang kau inginkan?" Kata-kata ini telah
menghidupkan sebuah jalan kebahagiaan lain dalam perkawinan. Keduanya
akhirnya melangkah ke jalan bahagia.
Kini, saya tahu kenapa perkawinan ayah ibu tidak bisa bahagia, mereka
terlalu bersikeras menggunakan cara sendiri dalam mencintai pihak kedua,
bukan mencintai pasangannya dengan cara pihak kedua. Diri sendiri lelahnya
setengah mati, namun, pihak kedua tidak dapat merasakannya, akhirnya ketika
menghadapi penantian perkawinan, hati ini juga sudah kecewa dan hancur.
Karena Tuhan telah menciptakan perkawinan, maka menurut saya, setiap orang
pantas dan layak memiliki sebuah perkawinan yang bahagia, asalkan cara yang
kita pakai itu tepat, menjadi orang yang dibutuhkan pihak kedua! Bukannya
memberi atas keinginan kita sendiri, perkawinan yang baik, pasti dapat
diharapkan.
Ditulis oleh Isak Rickyanto
Posted by
Ivonne Suwandi
at
11:45 PM
(RISK) MANAGEMENT REFRESHER COURSE
Labels:
Refresh
Lesson 1
A man is getting into the shower just as his wife is
finishing up her shower, when the doorbell rings. The
wife quickly wraps herself in a towel and runs
downstairs. When she opens the door, there stands Bob,
the next-door neighbour. Before she says a word, Bob
says, "I'll give you $800 to drop that towel." After
thinking for a moment, the woman drops her towel and
stands naked in front of Bob. After a few seconds, Bob
hands her $800 and leaves. The woman wraps back up in
the towel and goes back upstairs. When she gets to
the bathroom, her husband asks, "Who was that?" "It
was Bob the next door neighbour," she replies.
"Great!" the husband says, "did he say anything about
the $800 he owes me?"
Moral of the story:
If you share critical information pertaining to credit
and risk with your shareholders in time, you may be in
a position to prevent avoidable exposure.
Lesson 2
A sales rep, an administration clerk, and the manager
are walking to lunch when they find an antique oil
lamp. They rub it and a Genie comes out. The Genie
says, "I'll give each of you just one wish." Me first!
Me first!" says the admin clerk. "I want to be in the
Bahamas , driving a speedboat, without a care in the
world." Puff! She's gone. Me next! Me next!" says
the sales rep. "I want to be in Hawaii , relaxing on
the beach with my personal masseuse, an endless supply
of Pina Coladas and the love of my life." Puff! He's
gone. "OK, you're up," the Genie says to the manager.
The manager says, "I want those two back in the office
after lunch."
Moral of the story:
Always let your boss have the first say
Lesson 3
An eagle was sitting on a tree resting, doing nothing.
A small rabbit saw the eagle and asked him, "Can I
also sit like you and do nothing?" The eagle answered:
"Sure, why not." So, the rabbit sat on the ground
below the eagle and rested. All of a sudden, a fox
appeared, jumped on the rabbit and ate it.
Moral of the story:
To be sitting and doing nothing, you must be sitting
very, very high up.
Lesson 4
A turkey was chatting with a bull. "I would love to be
able to get to the top of that tree," sighed the
turkey, "but I haven't got the energy." "Well, why
don't you nibble on some of my droppings?" replied the
bull. They're packed with nutrients." The turkey
pecked at a lump of dung, and found it actually gave
him enough strength to reach the lowest branch of the
tree. The next day, after eating some more dung, he
reached the second branch. Finally after a fourth
night, the turkey was proudly perched at the top of
the tree. He was promptly spotted by a farmer, who
shot him out of the tree.
Moral of the story:
BullSh!t might get you to the top, but it won't keep
you there.
Lesson 5
A little bird was flying south for the winter. It was
so cold the bird froze and fell to the ground into a
large field. While he was lying there, a cow came by
and dropped some dung on him. As the frozen bird lay
there in the pile of cow dung, he began to realize how
warm he was. The dung was actually thawing him out!
He lay there all warm and happy, and soon began to
sing for joy. A passing cat heard the bird d singing
and came to investigate. Following the sound, the cat
discovered the bird under the pile of cow dung, and
promptly dug him out and ate him.
Morals of the story:
(1) Not everyone who sh!ts on you is your enemy
(2) Not everyone who gets you out of sh!t is your friend
(3) And when you're in deep sh!t, it's best to keep your mouth shut!
This ends the 3-minute management course - Now getback to work!!!!!
Posted by
Ivonne Suwandi
at
11:37 PM
Subscribe to:
Comments (Atom)
