Thursday, June 5, 2008

Kisah Si Penebang Pohon



Alkisah, seorang pedagang kayu menerima lamaran seorang pekerja untuk
menebang pohon di hutannya. Karena gaji yang dijanjikan dan kondisi kerja
yang bakal diterima sangat baik, sehingga si calon penebang pohon itu pun
bertekad untuk bekerja sebaik mungkin.

Saat mulai bekerja, si majikan memberikan sebuah kapak dan menunjukkan area
kerja yang harus diselesaikan dengan target waktu yang telah ditentukan
kepada si penebang pohon.

Hari pertama bekerja, dia berhasil merobohkan 8 batang pohon. Sore hari,
mendengar hasil kerja si penebang, sang majikan terkesan dan memberikan
pujian dengan tulus, "Hasil kerjamu sungguh luar biasa!

Saya sangat kagum dengan kemampuanmu menebang pohon-pohon itu. Belum pernah
ada yang sepertimu sebelum ini. Teruskan bekerja seperti itu."

Sangat termotivasi oleh pujian majikannya, keesokan hari si penebang bekerja
lebih keras lagi, tetapi dia hanya berhasil merobohkan 7 batang pohon. Hari
ketiga, dia bekerja lebih keras lagi, tetapi hasilnya tetap tidak memuaskan
bahkan mengecewakan. Semakin bertambahnya hari, semakin sedikit pohon yang
berhasil dirobohkan. "Sepertinya aku telah kehilangan kemampuan dan
kekuatanku. Bagaimana aku dapat mempertanggungjawab kan hasil kerjaku kepada
majikan?" pikir penebang pohon merasa malu dan putus asa.

Dengan kepala tertunduk dia menghadap ke sang majikan, meminta maaf atas
hasil kerja yang kurang memadai dan mengeluh tidak mengerti apa yang telah
terjadi.

Sang majikan menyimak dan bertanya kepadanya, "Kapan terakhir kamu mengasah
kapak?"

"Mengasah kapak? Saya tidak punya waktu untuk itu. Saya sangat sibuk setiap
hari menebang pohon dari pagi hingga sore dengan sekuat tenaga," kata si
penebang.

"Nah, di sinilah masalahnya. Ingat, hari pertama kamu kerja? Dengan kapak
baru dan terasah, maka kamu bisa menebang pohon dengan hasil luar biasa.
Hari-hari berikutnya, dengan tenaga yang sama, menggunakan kapak yang sama
tetapi tidak diasah, kamu tahu sendiri, hasilnya semakin menurun. Maka,
sesibuk apa pun, kamu harus meluangkan waktu untuk mengasah kapakmu, agar
setiap hari bekerja dengan tenaga yang sama dan hasil yang maksimal.
Sekarang mulailah mengasah kapakmu dan segera kembali bekerja!" perintah
sang majikan.

Sambil mengangguk-anggukan kepala dan mengucap terimakasih, si penebang
berlalu dari hadapan majikannya untuk mulai mengasah kapak.

Istirahat bukan berarti berhenti.

Tetapi untuk menempuh perjalanan yang lebih jauh lagi.

Sama seperti si penebang pohon, kita pun setiap hari, dari pagi hingga malam
hari, seolah terjebak dalam rutinitas terpola. Sibuk, sibuk dan sibuk,
sehingga seringkali melupakan sisi lain yang sama pentingnya, yaitu
istirahat sejenak mengasah dan mengisi hal-hal baru untuk menambah
pengetahuan, wawasan dan spiritual. Jika kita mampu mengatur ritme kegiatan
seperti ini, pasti kehidupan kita akan menjadi dinamis, berwawasan dan
selalu baru!

No comments: