Friday, June 20, 2008

Global Warming



Mungkin Anda menduga, udara yang akhir-akhir ini makin panas, bukanlah
suatu masalah yang perlu kita risaukan.
"Mana mungkin sih tindakan satu-dua makhluk hidup di jagat semesta bisa
mengganggu kondisi planet bumi yang mahabesar ini?" barangkali begitulah
Anda berpikir.

Baru-baru ini, Inter-governmental Panel on Cimate Change (IPCC)
memublikasikan hasil pengamatan ilmuwan dari berbagai negara. Isinya
sangat mengejutkan. Selama tahun 1990-2005, ternyata telah terjadi
peningkatan suhu merata di seluruh bagian bumi, antara 0,15 - 0,3o C.
Jika peningkatan suhu itu terus berlanjut, diperkirakan pada tahun 2040
(33 tahun dari sekarang) lapisan es di kutub-kutub bumi akan habis
meleleh. Dan jika bumi masih terus memanas, pada tahun 2050 akan terjadi
kekurangan air tawar, sehingga kelaparan pun akan meluas di seantero
jagat. Udara akan sangat panas, jutaan orang berebut air dan makanan.
Napas tersengal oleh asap dan debu. Rumah-rumah di pesisir terendam air
laut. Luapan air laut makin lama makin luas, sehingga akhirnya menelan
seluruh pulau. Harta benda akan lenyap, begitu pula nyawa manusia.

Di Indonesia, gejala serupa sudah terjadi. Sepanjang tahun 1980-2002,
suhu minimum kota Polonia (Sumatera Utara) meningkat 0,17o C per tahun.
Sementara, Denpasar mengalami peningkatan suhu maksimum hingga 0,87 o C
per tahun. Tanda yang kasatmata adalah menghilangnya salju yang dulu
menyelimuti satu-satunya tempat bersalju di Indonesia , yaitu Gunung
Jayawijaya di Papua.

Hasil studi yang dilakukan ilmuwan di Pusat Pengembangan Kawasan Pesisir
dan Laut, Institut Teknologi Bandung (2007), pun tak kalah mengerikan.
Ternyata, permukaan air laut Teluk Jakarta meningkat setinggi 0,8 cm.
Jika suhu bumi terus meningkat, maka diperkirakan, pada tahun 2050
daera-daerah di Jakarta (seperti : Kosambi, Penjaringan, dan Cilincing)
dan Bekasi (seperti : Muaragembong, Babelan, dan Tarumajaya) akan
terendam semuanya.

Dengan adanya gejala ini, sebagai warga negara kepulauan, sudah
seharusnya kita khawatir. Pasalnya, pemanasan global mengancam
kedaulatan negara. Es yang meleleh di kutub-kutub mengalir ke laut lepas
dan menyebabkan permukaan laut bumi - termasuk laut di seputar Indonesia
- terus meningkat. Pulau-pulau kecil terluar kita bisa lenyap dari peta
bumi, sehingga garis kedaulatan negara bisa menyusut. Dan diperkirakan
dalam 30 tahun mendatang sekitar 2.000 pulau di Indonesia akan
tenggelam. Bukan hanya itu, jutaan orang yang tinggal di pesisir pulau
kecil pun akan kehilangan tempat tinggal. Begitu pula asset-asset usaha
wisata pantai.

Peneliti senior dari Center for International Forestry Research (CIFOR),
menjelaskan, pemanasan global adalah kejadian terperangkapnya radiasi
gelombang panjang matahari (disebut juga gelombang panas / inframerah)
yang dipancarkan bumi oleh gas-gas rumah kaca (efek rumah kaca adalah
istilah untuk panas yang terperangkap di dalam atmosfer bumi dan tidak
bisa menyebar). Gas-gas ini secara alami terdapat di udara (atmosfer).
Penipisan lapisan ozon juga memperpanas suhu bumi. Karena, makin tipis
lapisan lapisan teratas atmosfer, makin leluasa radiasi gelombang pendek
matahari (termasuk ultraviolet) memasuki bumi. Pada gilirannya, radiasi
gelombang pendek ini juga berubah menjadi gelombang panas, sehingga kian
meningkatkan konsentrasi gas rumah kaca tadi.

Karbondioksida (CO2) adalah gas terbanyak (75%) penyumbang emisi gas
rumah kaca. Setiap kali kita menggunakan bahan bakar fosil (minyak,
bensin, gas alam, batubara) untuk keperluan rumah tangga, mobil, pabrik,
ataupun membakar hutan, otomatis kita melepaskan CO2 ke udara. Gas lain
yang juga masuk peringkat atas adalah metan (CH4,18%), ozone (O3,12%),
dan clorofluorocarbon (CFC,14%). Gas metan banyak dihasilkan dari proses
pembusukan materi organic seperti yang banyak terjadi di peternakan
sapi. Gas metan juga dihasilkan dari penggunaan BBM untuk kendaraan.
Sementara itu, emisi gas CFC banyak timbul dari sistem kerja kulkas dan
AC model lama. Bersama gas-gas lain, uap air ikut meningkatkan suhu
rumah kaca.

Gejala sangat kentara dari pemanasan global adalah berubahnya iklim.
Contohnya, hujan deras masih sering datang, meski kini kita sudah
memasuki bulan yang seharusnya sudah terhitung musim kemarau. Menurut
perkiraan, dalam 30 tahun terakhir, pergantian musim kemarau ke musim
hujan terus bergeser, dan kini jaraknya berselisih nyaris sebulan dari
normal. Banyak orang menganggap, banjir besar bulan Februari lalu yang
merendam lebih dari separuh DKI Jakarta adalah akibat dari pemanasan
global saja. Padahal 35% rusaknya hutan kota dan hutan di Puncak adalah
penyebab makin panasnya udara Jakarta . Itu sebabnya, kerusakan hutan di
Indonesia bukan hanya menjadi masalah warga Indonesia , melainkan juga
warga dunia. Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia
(Walhi), mengatakan, Indonesia pantas malu karena telah menjadi Negara
terbesar ke-3 di dunia sebagai penyumbang gas rumah kaca dari kebakaran
hutan dan pembakaran lahan gambut (yang diubah menjadi permukiman atau
hutan industri). Jika kita tidak bisa menyelamatkan mulai dari sekarang,
5 tahun lagi hutan di Sumatera akan habis, 10 tahun lagi hutan
Kalimantan yang habis, 15 tahun lagi hutan di seluruh Indonesia tak
tersisa. Di saat itu, anak-anak kita tak lagi bisa menghirup udara
bersih.

Jika kita tidak secepatnya berhenti boros energi, bumi akan sepanas
planet Mars. Tak akan ada satupun makhluk hidup yang bisa bertahan,
termasuk anak-anak kita nanti.

Cara-cara praktis dan sederhana 'mendinginkan' bumi :
1. Matikan listrik.
(jika tidak digunakan, jangan tinggalkan alat elektronik dalam keadaan
standby. Cabut charger telp. genggam dari stop kontak.
Meski listrik tak mengeluarkan emisi karbon, pembangkit listrik PLN
menggunakan bahan baker fosil penyumbang besar emisi).
2. Ganti bohlam lampu (ke jenis CFL, sesuai daya listrik. Meski harganya
agak mahal, lampu ini lebih hemat listrik dan awet).
3. Bersihkan lampu (debu bisa mengurangi tingkat penerangan hingga 5%).
4. Jika terpaksa memakai AC (tutup pintu dan jendela selama AC menyala.
Atur suhu sejuk secukupnya, sekitar 21-24o C).
5. Gunakan timer (untuk AC, microwave, oven, magic jar, dll).
6. Alihkan panas limbah mesin AC untuk mengoperasikan water-heater.
7. Tanam pohon di lingkungan sekitar Anda.
8. Jemur pakaian di luar. Angin dan panas matahari lebih baik ketimbang
memakai mesin (dryer) yang banyak mengeluarkan emisi karbon.
9. Gunakan kendaraan umum (untuk mengurangi polusi udara).
10. Hemat penggunaan kertas (bahan bakunya berasal dari kayu).
11. Say no to plastic.
Hampir semua sampah plastic menghasilkan gas berbahaya ketika dibakar.
Atau Anda juga dapat membantu mengumpulkannya untuk didaur ulang
kembali.
12 Jangan membakar sampah, terutama sampah plastik
13. Sebarkan berita ini kepada orang-orang di sekitar Anda, agar mereka
turut berperan serta dalam menyelamatkan bumi.

No comments: