Friday, June 20, 2008

MUNDANE LOVE - A True Story



Ada sepasang suami-istri yang berjualan nasi kuning di sebuah kompleks
perumahan di Bandung. Umur mereka sudah tidak muda lagi. Sang suami
mungkin sudah berumur lebih dari 70, sedangkan istrinya sekitar 60-an. Di
sekitar mereka ada beberapa gerobak lain yang juga menjual makanan untuk
sarapan pagi. Tapi dari semuanya, hanya gerobak mereka yang paling sepi.

Setiap pagi, dalam perjalanan menuju ke kantor, saya selalu melewati
gerobak mereka yang selalu sepi. Gerobak itu tidak ada yang istimewa.
Cukup sederhana. Jualannya pun standar.

Setiap pagi pula, sepasang suami-istri itu duduk menjaga gerobak mereka
dalam posisi yang selalu sama. Sang suami duduk di luar gerobak, sementara
istrinya di sampingnya. Kalau ada pembeli, sang suami dengan susah payah
berdiri dari kursi (kadang dipapah istrinya) dan dengan ramah menyapa
pembeli. Jika sang pembeli ingin makan di tempat, sang suami merapikan
tempat duduk, sementara istrinya menyiapkan nasi kuning dan menyodorkan
piring itu pada suaminya untuk diberikan pada sang pelanggan. Kalau sang
pembeli ingin nasi kuning itu dibungkus, sang istri menyiapkan nasi kuning
di kertas pembungkus, dan menyerahkan nasi bungkusan itu pada suaminya
untuk diserahkan pada sang pelanggan.

Saat sedang sepi pelanggan, pasangan suami-istri itu duduk diam. Sesekali
jika istrinya agak terkantuk-kantuk, suaminya mengurut punggung istrinya.
Atau jika suaminya berkeringat, sang istri dengan sigap mengambil sapu
tangan dan mengelap keringat suaminya.

Kalau mau jujur, nasi kuning mereka tidak terlalu spesial. Sangat standar.
Tapi, kalau saya mencari sarapan pagi, saya selalu membeli masi kuning di
tempat mereka. Bukan spesial-tidaknya. Tapi lebih karena cinta mereka yang
membuat saya tergerak untuk selalu mampir.

Dalam kesederhanaan, kala susah dan sedih karena tidak ada pelanggan,
mereka tetap bersama. Sang suami tidak pernah memarahi istrinya yang tidak
becus masak. Sang istri pun tidak pernah marah karena gerakan suaminya
yang begitu lamban dalam melayani pelanggan. Dia bahkan memberi kesempatan
suaminya untuk melayani pelanggan.

Mereka selalu bersama, dan saling mendukung, bahkan di saat susah sekali
pun.

Hingga hari ini, sudah 10 tahun saya lewati tempat itu, mereka masih tetap
di tempat yang sama, menjual nasi kuning, dan selalu bersikap sama. Penuh
kesederhanaan. Penuh kasih sayang. Dan saling menguatkan di saat susah.

Jika Anda berkunjung ke Bandung, Anda bisa mampir ke jalan raya komplek
Taman Cibaduyut Indah. Tidak susah mencari gerobak mereka yang sederhana.
Carilah gerobak yang paling sepi pelanggan. Mereka berjualan sejak pukul
07.00 hingga siang hari (mungkin sekitar 11.00, karena saya pernah ke
kantor jam 11.00, mereka sudah tidak ada). Jujur, nasi kuning mereka
sangat standar & tidak selengkap gerobak nasi kuning lain di sekeliling
mereka. Namun, cinta kasih mereka membuat makanan yang sederhana itu
terasa begitu nikmat. Cinta kasih yang begitu tulus, sederhana, apa
adanya. Bahkan dalam kesusahan sekalipun, mereka tetap saling menguatkan.

Sebuah kisah cinta yang luar biasa.

From: Sung Djuniati

No comments: